Jumat, 21 November 2014

Kadang Cinta Akan Menghukum Siapa Saja Yang Terlihat Tulus..

written by : Dini Wahyuni



            Puluhan siswa pulang dari pemakaman salah satu teman mereka yang baru saja meninggal dunia, Aldo tewas karena dibunuh, puluhan tusukan pisau melukai tubuhnya, sekolah mereka kini kembali berduka, Aldo adalah siswa kelima yang tewas dibunuh di sekolah ini, tidak ada yang tau siapa pembunuhnya, polisi bahkan tidak dapat
menemukan sidik jari pelaku di tubuh korban, sepertinya pembunuh itu sangat profesional, entah pembunuh bayaran atau hanya sekedar dendam, pusat perhatian tertuju kepada Alia, salah seorang siswi cantik yang duduk dikelas 11, semua korban pembunuhan berkaitan dengannya, bagaimana tidak? Kelima siswa yang terbunuh adalah mantan kekasihnya, siapa saja yang berani memacarinya akan mati mengenaskan, pihak guru berkali-kali menanyakan kepada Alia, apakah ada seseorang yang menyimpan dendam asmara kepadanya sehingga membunuh siapa saja yang mendekatinya, namun Alia bilang tidak ada, ia sendiri merasakan kepedihan setiap kali ditinggal mati oleh sang kekasih, sampai sekarang belum ada yang dapat mengupas kebenaran kasus ini.

            Dia duduk disana, di atas bangku kayu di depan kelas, menunduk memandangi susunan keramik putih, ratapannya mengisyaratkan tekanan bathin, duduk sendirian dijauhi semua orang, di cap sebagai orang aneh dan pembawa sial, dia tidak tau apa-apa, tetapi harus menanggung cibiran-cibiran dari mulut ke mulut, rambutnya yang diikat kuncir kuda dibiarkan jatuh di bahu kanannya, aku memandangnya dari kejauhan, itulah yang biasa kulakukan, jika aku jadi dia mungkin aku akan mengalami depresi dan ketakutan yang mendalam, tetapi dia tampak kuat walau sebenarnya bathinnya rapuh.

            Dia masih duduk disana, dan aku masih memandanginya, memandangi Alia yang terlalu cantik, terlalu anggun dan terlalu kucintai, cinta yang sengaja ku kubur karena ketakutanku, ketakutan atas kasus-kasus yang selama ini berkaitan dengannya. Entah cinta apa ini? Yang membuatku larut di dalamnya, entah sejak kapan aku mencintainya, yang kurasa cinta yang sudah dilahirkan sejak lama, yang sudah ditakdirkan sebelum aku bertemu Alia, bahkan sebelum dunia ini diciptakan.

            “Alia..!!” aku menyebut namanya dengan keras saat melihat Alia tiba-tiba saja pingsan di atas bangku kayu itu dan terjatuh ke lantai, langkahku terhenti saat siswa-siswa lain bergerombol melihatnya, berselang beberapa detik, yang ku lihat tak ada seorang pun yang berniat menolongnya, mereka hanya menjadikan Alia sebagai tontonan, mereka semua takut, takut untuk menyentuhnya, takut karena kasus-kasus itu. Kali ini aku memberanikan diri, melangkah mendekatinya, Alia juga makhluk sosial yang membutuhkan individu lain disaat dia tergeletak seperti itu, aku tak peduli pandangan-pandangan yang mencibir di lorong-lorong sekolah, yang aku tau sekarang aku akan membawanya ke ruang UKS dan setelah itu Alia siuman.

*****

            “kau sudah gila Bar??” dia menepuk pundakku dari samping, maksudku Hendri teman sebangkuku, “aku tidak gila” bantahku membuang pandangan membuka halaman buku biologi yang ada di atas mejaku. “Bara.. Bara.. jelas saja kau sudah gila, kau nekad menggendong gadis pembawa sial itu barusan, bagaimana jika kau menjadi korban pembunuhan yang ke-6” perkataan Hendri setengah mencibir, membuatku sedikit tersinggung. Aku tak membalas cibirannya. Hendri mengambil posisi berdiri dan beranjak pergi, sepertinya ia tak suka dengan sikapku tadi, entahlah dimataku Alia adalah gadis yang lemah yang harus dilindungi.

            Aku sengaja memilih tempat duduk paling belakang, bukan karena alasan agar mudah mencontek ketika ulangan atau motif yang serupa, tetapi agar aku dekat dengan dinding belakang kelas, aku mencintai dinding itu, bukan karena aku tak waras, tetapi karena ada dia yang kucintai dibaliknya, Alia ada disana, kelas kami bersebelahan, dinding biru muda yang memisahkan pandanganku dari Alia sekaligus membuatku terasa dekat dengannya, setiap kali aku mendekati dinding itu setiap kali itu juga ku hirup kesejukan pesona Alia. Entah rasa apa ini? Debaran yang ada disetiap aku mengingatnya. Begitu saja aku mencintainya, seperti layaknya aku bernafas, mendapatkan oksigen tanpa bersyarat, dan menghembuskannya tanpa ada yang melarang.

*****

            Benarkah barusan? Benarkah Alia tersenyum malu dan lewat di depanku?, untuk pertama kali aku menatap punggungnya yang membelakangiku, berjalan melewati lorong-lorong sekolah dan menghilang dari kejauhan, senyuman itu terasa menjadi daya tarik yang sangat kuat, membuatku lupa akan konsekuensi yang telah kubuat, melupakan semuanya, melupakan kasus itu dan janjiku tak akan pernah membongkar cinta yang telah ku kubur dalam-dalam, tetapi Alia telah membuatku menerobos, melanggar batasku sendiri.

*****

            “kau suka tempat ini Al?” aku mengajak Alia kepinggir danau sore ini, danau yang biasa menjadi tempat bersantai keluarga dan para anak muda, tetapi sore ini agak sepi, hanya kami dan segerombolan anak ABG yang ada di ujung sana, “suka..” hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya, tetapi terdengar tulus, ia tersenyum menatap kearah danau, sepertinya dia suka dengan tempat-tempat seperti ini, kami sudah jadian 3 hari yang lalu, ini adalah kencan pertama kami, aku meminta kepada Alia agar hubungan kami backstreet dengan alasan orang tuaku masih melarang, namun sebenarnya bukan itu, alasan sebenarnya jika memang ada seseorang yang memiliki dendam asmara kepada Alia, tidak akan mengetahui hubungan kami, dan aku aman.

            “Bara..” Alia menoleh dan memanggilku dengan suaranya yang merdu, “iya Al” aku mengangkat kedua alisku berusaha menebak apa yang ingin dikatakannya, “kenapa kau tidak takut padaku?”, Alia memasang ekspresi yang serius, “untuk apa takut, tidak ada ketakutan dalam mencintai, mereka memandangmu seperti itu, tetapi aku tidak, mereka hanya tidak tau bagaimana kau yang sebenarnya, aku mempercayaimu Alia..”, Alia terdiam mendengar pemaparanku, wajahnya yang teduh kini memandangiku, lalu ia menyandarkan kepalanya dibahuku, dan dengan spontan kupeluk Alia dengan lembut, dan ia pun membalas pelukanku.

*****

            Seminggu lamanya, malam ini malam minggu, aku mengenakan celana jeans hitam dan baju kaos abu-abu, malam ini Alia mengundangku kerumahnya untuk makan malam dan bertemu dengan keluarganya, awalnya aku menolak karena hubungan kami backstreet, tetapi Alia terus meminta dan berjanji hanya orang tuanya yang tau tentang hubungan kami. Aku pun menurut.

            Kini aku berada di depan pintu rumahnya, ditanganku aku membawa setangkai bunga untuk Alia, tak lama pintu terbuka, Alia berdiri disana, begitu anggun mengenakan gaun berwarna putih, rambutnya dibiarkan terurai tidak seperti biasanya, kedipan matanya sangat cantik, malam ini ia layaknya bak seorang putri dari negeri dongeng, seorang putri yang menunggu pangerannya datang. “ini untukmu..” aku menyodorkan setangkai bunga yang kubawa padanya, Alia meraihnya dari tanganku dan menghirup wangi yang semerbak. Kami masuk dan berada di ruang tamu, tampak sepi, dimana keluarganya, mungkin sedang menyiapkan makan malam di dapur, pikirku menerka. Cukup lama kami berbicara empat mata, tak puas-puasnya aku memandangi Alia yang teramat cantik dan feminim itu, membuat waktu terasa berjalan lambat. “mungkin makanannya sudah siap, kita ke ruang makan ya Bar..”, ajakan Alia lantas membuatku segera mengikuti langkahnya.

            Sepi, dimana makan malamnya? Disana hanya ada meja makan yang kosong, tak ada makanan atau siapapun, ada yang tidak beres, seketika wajahku pucat pasi, namun aku berusaha bersikap tenang, “dimana orang tuamu Al?” aku memberanikan bertanya, “sstt.. mereka sudah tidur, jangan berisik ya sayang..”, ini tidak beres, aku harus keluar dari sini, “Al, aku ingin keluar sebentar ya, ada yang ingin ku ambil dimotorku” tubuhku mulai gemetar, Alia mengangguk mempersilahkanku dan aku segera melangkah menuju pintu luar, dan... Sial !! pintunya tidak bisa dibuka, berkali-kali aku mencoba tetap saja tidak bisa, ya Tuhan.. aku dijebak.

            Alia berdiri disana berjarak sekitar 10 kaki dariku, wajahnya yang cantik kini berubah menjadi wajah yang akan membunuh, di tangan kanannya suatu benda tajam yang mengkilat, sementara tangan kirinya memegang sebuah pistol yang sudah terisi penuh dengan peluru, aku makin gemetar, ya Tuhan.. selamatkan aku.. aku terus berdo’a sementara Alia makin mendekat, “Jangan Al.. jangan bunuh aku, apa salahku.. istigfar Al..” aku mencoba mempengaruhinya, tetapi tetap saja ia semakin mendekat, aku berlari ke bagian belakang sofa dan tatapannya makin membunuh, “aku benci semua laki-laki..!!” Alia berteriak, ia mengangkat pistolnya dan mengarahkan tepat dikepalaku. Rasanya aku sudah tak bernyawa lagi, Alia menarik bagian trigger pistol dengan kedua jari telunjuknya. Aku memejamkan mataku, tubuhku semakin bergetar hebat, sepertinya dirumah ini malaikat pencabut nyawa sudah siap siaga, , entah aku tetap hidup untuk 1 detik kedepan, atau akan mati ditangan kekasihku sendiri.

            Gubbrakkk..!!! suara dobrakan pintu tiba-tiba saja terdengar, mengalihkan perhatian Alia, 4 orang polisi ada disana dengan pistol yang ada ditangan mereka masing-masing, membuat Alia tergernyit dan senjata yang ada di tangannya terlepas dengan spontan, 2 orang polisi segera memborgol tangan Alia dan memasukkannya kedalam mobil patroli, jantungku masih berdetak kencang, tak percaya dengan semua kejadian ini, lantas mengapa polisi tiba-tiba datang kemari? Aku mengkerutkan dahiku bertanya heran pada diriku sendiri, rasa traumaku masih bergelimang,, ahh entahlah.. aku harus segera pergi dari sini, yang terpenting aku selamat.

            Seseorang berdiri di halaman rumah Alia, sepertinya aku kenal, tetapi siapa?, “apa ku bilang, kau memang tidak waras, lihat sekarang, siapa yang bodoh?” astaga.. itu Hendri, “kau.. bagaimana kau ada disini?” wajahku masih pucat pasi. “aku? Ada disini?” Hendri tertawa geli, “Bara.. Bara.. aku disini untuk menolongmu, aku yang membawa polisi kesini”, aku menelan ludah mendengar apa yang dikatakannya, “kemarin aku tak sengaja membaca pesan di handphonemu dan aku mengetahui rencanamu dengan Alia, aku sudah mencurigainya Bar, dan kali ini kau berhutang budi yang sangat besar padaku” Hendri mendekatiku dan menepuk-nepuk pundakku, aku tak dapat mengucapkan apa-apa, semuanya terasa mimpi, aku tersenyum kepada Hendri dan memeluknya, inilah arti sahabat, tak ternilai, keberanian yang tak mengharap gantian.

            Sungguh diluar dugaan, jadi Alia sendiri lah di balik kematian siwa-siswa yang terbunuh, Alia benar, tidak ada yang menyimpan dendam asmara kepadanya, tetapi dia lah pelakunya, dialah pembunuh itu. Ternyata Alia memiliki kelainan psikologis, ia mengalami ketraumaan, karena dulu ibunya mati dibunuh mengenaskan ditangan suaminya sendiri, ayah kandung Alia  yang telah membunuh ibunya, itulah penyebab mengapa ia seperti ini, kini Alia ditangkap dan akan di rehabilitasi.


THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar